Diskusi publik bertajuk “Mengawasi Pelaksanaan
Pileg, Menyelamatkan Demokrasi Kita” diselenggarakan oleh Mappilu PWI.
Selain Sigit Pamungkas, hadir sebagai pembicara, Ketua Komisi Pengaduan
Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers, Agus Sudibyo; Politisi
Partai Golkar, Indra Jaya Piliang; serta Latief Siregar, moderator.
Arah baru manajemen pemilu yang dilakukan KPU, kata Sigit, diantaranya menjamin kualitas DPT dengan membagi data DPT kepada partai politik peserta pemilu.
“Dengan langkah itu berbagai kecurigaan tentang kemungkinan “operasi senyap” melalui DPT dapat dideteksi. KPU juga telah menyediakan data online untuk pengecekan data pemilih,” beber Sigit.
KPU, lanjut Sigit, sangat menghargai suara pemilih. Karena itu KPU meminimalisasi suara tidak sah dengan beberapa kebijakan untuk menjamin hak dan suara pemilih.
“Dalam surat suara yang dikeluarkan oleh KPU terdapat micro-text, sehingga dapat dibedakan antara yang asli dan yang palsu,” ujar anggota KPU termuda itu.
Sedangkan bagi warga negara yang sudah terdaftar dalam DPT atau Daftar Pemilih Khusus (DPK), cukup membawa formulir C6 (surat pemberitahuan).
“Apabila formulir C-6 hilang dan belum dilaporkan atau belum menerima formulir tersebut, pemilih hanya perlu menunjukkan kartu identitas agar petugas KPPS dapat memeriksa nama tersebut dalam daftar pemilih,” sambungnya.
Sigit menambahkan, semua warga negara yang belum terdaftar dalam DPT atau DPK, maupun Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) tetap dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan identitas diri. Sebagai contoh bagi perantau dapat dengan mudah mengurus surat pindah memilih dengan mengurusnya ke KPU Kabupaten/Kota tempat yang dituju.
“Kelonggaran “keabsahan suara” ini untuk menekan adanya potensi suara invalid,” tuturnya.
Dalam pemberian tanda coblos, KPU juga telah memberikan beberapa kebijakan, diantaranya selama tanda coblos masih dalam satu kolom partai politik atau mencoblos sebanyak satu kali atau lebih dalam satu kolom partai, suara itu masih dianggap sah.
Untuk menjamin hasil pemilu, terang Sigit, KPU telah membagi salinan formulir Model C, Model C1, lampiran Model C1 DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Lampiran Model C1 DPRD Kabupaten/Kota yang disampaikan kepada masing-masing Saksi Partai Poltik dan Saksi Calon Anggota DPD yang hadir dalam bentuk salinan yang ditulis tangan oleh Ketua KPPS atau Anggota KPPS sehingga dapat dibandingkan hasilnya dengan yang ada di TPS.
C1 Plano ditampilkan pada saat rekapitulasi di PPS. Formulir dan lampiran untuk penghitungan dan rekapitulasi suara tersebut berhologram, jika di-fotocopy hasilnya akan pecah. Hal tersebut dilakukan KPU guna menghindari aksi kecurangan oleh pihak-pihak yang kurang bertanggungjawab. Selanjutnya akan dilakukan proses pemindaian (scanning) hasil sertifikat pemungutan suara di tiap TPS untuk diunggah melalui website KPU.
Hal senada diungkapkan Agus Sudibyo, Menurutnya, berbagai potensi kecurangan penghitungan suara bisa saja terjadi.
“Potensi-potensi ini harus kita antisipasi, dengan mengawasi jalannya proses pemungutan suara hingga proses penghitungan suara. Hal ini termasuk bagian dari partisipasi politik warga negara untuk berkontribusi kepada negeri ini,” kata Agus.
Sumber: KPU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar