Ucapan itu spontan dicetuskan dokter Karina Moegni soal Pemilihan Umum
2014. Ia bersama kawannya, Fransisca Situmorang, insinyur di perusahaan
telekomunikasi, memastikan niatnya untuk memilih. Keduanya pun mengaku
sudah terdaftar di Jakarta Timur.
”Gue pasti ikut milih daripada suara gue dipakai sama oknum-oknum,” kata Sisca.
Pembicaraan
lalu berlanjut ke soal memilih siapa. Bagaimana caranya mengetahui
seorang calon itu berkualitas atau tidak? Karina mengutarakan
pengalamannya soal teman ibunya yang calon anggota legislatif beberapa
waktu lalu. Ia menyesal memilih orang itu karena belakangan ternyata
korupsi. Karena itu, sekarang, ia akan mencari rekam jejak caleg-caleg.
”Tapi, di mana ya dapatnya?”
”Coba di kpu.go.id. Tapi, untuk caleg DPR ada 6.600-an orang lho,” kata temannya. Karina pun terkejut. ”Banyak banget,” katanya mengeluh.
Astrid,
karyawati di sebuah industri manufaktur, punya rencana lain.
Pertama-tama, ia akan melihat calon presiden lebih dulu yang diusulkan
sebuah partai. Kalau calon itu ia sukai, barulah ia akan mencari daftar
caleg dari partai itu untuk kemudian dicari kiprahnya lewat mesin
pencari Google.
Namun, solusi ini masih menyisakan masalah.
Karina menceritakan, salah seorang kawannya yang melakukan tes psikolog
terhadap beberapa caleg sampai geleng-geleng kepala. Sementara, caleg
yang diajukan sebuah partai berjumlah banyak.
”Bayangin deh, caleg-caleg itu ditanya pengalaman organisasi apa, eh jawabnya arisan,” ceritanya seru.
Kelas
menengah yang ingin memilih memang menghadapi masalah yang tidak mudah.
Di tengah kesibukannya, mereka masih harus memverifikasi dan mencari
referensi yang tepat tentang caleg yang sebaiknya dipilih.
Masih ada caleg bagus
Sisca
mengatakan, biasanya menjelang pemilu, beberapa nama akan beredar dalam
konteks hubungan saudara atau kenalan. Nama itulah yang biasanya akan
dipilih. Toh, ia merasa, selama ini, keputusan DPR tidak terlalu
berpengaruh dalam hidup. Sementara, Karina merasa keputusan DPR
memengaruhi kehidupannya, baik langsung maupun tidak. Namun, karena
begitu banyaknya caleg, ia merasa kesulitan.
”Tapi, pasti masih ada yang bagus ya,” katanya positif.
Karina
akan memilih caleg yang bersemangat berbuat perubahan. Sementara, ada
juga yang mengatakan hanya akan memilih caleg yang berbasis saudara.
Mereka juga memaklumi kalau kemudian artis jadi banyak yang terpilih
menjadi anggota DPR hanya karena mereka lebih dikenal.
Pada
akhirnya, Sisca, Karina, dan Astrid mengatakan, yang lebih realistis
adalah kalau memiliki referensi dari teman atau kenalan tentang sosok
caleg yang baik sehingga tidak perlu repot.
Warga ibu kota
Jakarta saja sudah kerepotan menyeleksi caleg-caleg berkualitas,
bagaimana dengan pemilih di daerah-daerah lain yang akses informasinya
lebih terbatas. Tugas Komisi Pemilihan Umum untuk memfasilitasinya.
Sumber: kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar